Minggu, 03 Juni 2012

Pembelajaran Berbasis Masalah


PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA TERHADAP  MATERI PELAJARAN MATEMATIKA
Musthafa Bashir
FKIP Pendidikan Matematika UNLAM Banjarmasin

Dalam pendidikan matematika peran guru dalam pembelajaran tidak hanya sebagai sarana transfer ilmu dari guru ke murid, tetapi murid juga harus mampu untuk memahami suatu masalah yang berhubungan dengan pembelajaran yang dihadapinya. Untuk itu dibutuhkan suatu pendekatan ataupun model pembelajaran yang mampu untuk meningkatkan kemampuan pemahaman siswa di dalam pembelajaran matematika. Untuk itu penggunaan model pembelajaran berbasis masalah dirasakan bagus dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran matematika.
 Pendahuluan
Pembelajaran matematika identik dengan pembelajaran yang dianggap sulit sehingga menyebabkan banyak siswa yang malas untuk mempelajari matematika. Hal ini berdampak pada rendahnya kemampuan siswa dalam memahami dan memaknai matematika. Rendahnya kemampuan siswa dalam memahami dan memaknai matematika dirasakan sebagai masalah yang cukup pelik dalam pengajaran matematika di sekolah. Permasalahan ini muncul sudah cukup lama dan agak terabaikan karena kebanyakan guru matematika dalam kegiatan pembelajaran berkonsentrasi mengejar skor Ujian Akhir Nasional (UAN) setinggi mungkin. Oleh karena itu kegiatan pembelajaran biasanya difokuskan untuk melatih siswa terampil menjawab soal matematika, sehingga penguasaan dan pemahaman matematika siswa terabaikan.
Salah satu penyebab rendahnya kualitas pemahaman siswa dalam matematika menurut hasil survey IMSTEP-JICA (2000) adalah dalam pembelajaran matematika guru terlalu berkonsentrasi pada hal-hal yang prosedural dan mekanistik, pembelajaran berpusat pada guru, konsep matematika disampaikan secara informatif, dan siswa dilatih menyelesaikan banyak soal tanpa pemahaman yang mendalam. Akibatnya, kemampuan penalaran dan kompetensi strategis siswa tidak berkembang sebagaimana mestinya.
Dalam merencanakan pembelajaran yang bermakna guru dapat menggunakan model-model pembelajaran yang ada, salah satunya adalah model pembelajaran berbasis masalah (PBM). Di dalam model ini konsep-konsepnya lebih ditekankan pada permasalahan yang ada di dalam dunia nyata dan dihubungkan dengan materi pelajaran matematika. Dengan tujuan siswa berusaha untuk memecahkan permasalahan yang ada sehingga akan meningkatkan kemampuan mereka dalam memahami materi tersebut yang ternyata berhubungan dan sesuai dengan kenyataan di sekitarnya.
Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah
Nurhadi (2004: 56) mendefinisikan “model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan yang penting dari materi pelajaran”.
Menurut Arends (dalam Trianto, 2007: 68), “pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran peserta didik pada masalah autentik peserta didik dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan yang lebih tinggi, inkuiri dan memandirikan peserta didik”.
Problem based learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah. Pembelajaran  berbasis masalah  merupakan  suatu  pengembangan  kurikulum  dan  model pembelajaran. 
Barbara  J.  Duch  (1995  dalam  Karim  et  al.,  2007) mengemukakan  bahwa : in  problem  based  learning  (PBL),  students  are presented with an interesting, relevant problem ”up front”. So that they can experience for them selves the process of doing science.  Ibrahim, (dalam  Nurhasanah,  2007)  menyatakan  bahwa  model  PBM merupakan  pembelajaran  yang  menyajikan  masalah,  yang  kemudian digunakan  untuk  merangsang  berpikir  tingkat  tinggi  yang  berorientasi  pada masalah.  Masalah  diberikan  kepada  siswa,  sebelum  siswa  mempelajari konsep  atau  materi  yang  berkenaan  dengan  masalah  yang  harus  dipecahkan. Dengan  demikian  untuk  memecahkan  masalah  tersebut  siswa  akan mengetahui  bahwa  mereka  membutuhkan  pengetahuan  baru  yang  harus dipelajari  untuk  memecahkan  masalah  yang  diberikan  (Wood dalam Sugalayudhana, 2005).
Pembelajaran  berbasis  masalah  merupakan  pembelajaran  dengan pendekatan  konstruktivis, karena disini guru hanya  berperan sebagai penyaji dapat meningkatkan pertumbuhan inkuiri  dan  intelektual  pada  peserta  didik.  Prinsip  utama  pendekatan masalah,  penanya,  mengadakan  dialog,  pemberi  fasilitas  penelitian, menyiapkan dukungan dan dorongan yang dapat meningkatkan pertumbuhan inkuiri  dan  intelektual  pada  peserta  didik.  Prinsip  utama  pendekatan konstruktivis adalah pengetahuan tidak diterima secara pasif, tetapi dibangun secara aktif oleh siswa (Abbas, 2000 dalam Karim et.al.,2007).
Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah.
Dari  beberapa  uraian diatas dapat  disimpulkan  bahwa  pembelajaran  berbasis  masalah  merupakan  pembelajaran  yang  menghadapkan  siswa  pada  masalah  dunia nyata  untuk  memulai  pembelajaran. Dalam pembelajaran berbasis masalah juga lebih mengutamakan teknik penemuan atau inkuiri sehingga akan memandirikan peserta didik dalam mendapatkan pengetahuan, selain itu pemahaman peserta didik terhadap suatu masalah dalam belajarnya akan lebih meningkat. 
Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah
Pendidikan matematika berkembang seirama dengan perkembangan teori belajar, teknologi, dan tuntutan dalam kehidupan sosial. Perubahan yang berarti terjadi sejak tahun 1980-an (de Lange,1995), berawal dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Belanda, Australia, dan Inggris. Perubahan ini diikuti oleh negara-negara lainnya secara global yang secara mendasar dimulai dari restrukturisasi kurikulum, seperti yang juga terjadi di Indonesia.
Faktor lainnya yang menyulut perubahan dalam pendidikan matematika juga disebabkan kebutuhan dan penggunaan matematika dan persaingan global. Karena perkembangan ekonomi global, saat ini hampir di setiap sektor kehidupan kita dituntut untuk menggunakan keterampilan intelegen dalam menginterpretasi, menyelesaikan suatu masalah, ataupun untuk mengontrol proses komputer. Kebanyakan lapangan kerja belakangan ini menuntut kemampuan menganalisis daripada melakukan keterampilan prosedural dan mekanistik. Dengan demikian, siswa memerlukan lebih banyak matematika untuk menjawab tantangan dunia kerja.
Perubahan yang sangat mendasar disebabkan pergeseran pandangan dalam memahami bagaimana siswa belajar matematika. Belajar tidak lagi dipandang sebagai proses menerima informasi untuk disimpan di memori siswa yang diperoleh melalui pengulangan praktik (latihan) dan penguatan. Namun, siswa belajar dengan mendekati setiap persoalan/tugas baru dengan pengetahuan yang telah ia miliki, mengasimilasi informasi baru, dan membangun pengertian sendiri.
Pembelajaran matematika berbasis permasalahan seperti ini lebih populer lagi setelah banyak penelitian dan pengembangan yang dilakukan menunjukkan hasil yang menggembirakan. Terdapat paling tidak tiga model pendekatan pembelajaran matematika berbasis permasalahan yang belakang ini sedang up to date, yaitu pendekatan pembelajaran realistik atau dikenal dengan realistic mathematics education (RME), pendekatan pembelajaran terbuka (open-ended approach), dan pendekatan pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning).
Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) memiliki beberapa ciri dan karakteristik sebagai berikut:
  1. Mengorientasikan siswa kepada masalah autentik dan menghindari pembelajaran terisolasi.
  2. Berpusat pada siswa dalam jangka waktu lama.
  3. Menciptakan pembelajaran interdisiplin.
  4. Penyelidikan masalah autentik yang terintegrasi dengan dunia nyata dan pengalaman praktis.
  5. Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya.
  6. Mengajarkan kepada siswa untuk mampu menerapkan apa yang mereka pelajari di sekolah dalam kehidupannya.
  7. Pembelajaran terjadi pada kelompok kecil (kooperatif).
  8. Guru berperan sebagai fasilitator, motivator dan pembimbing.
  9. Masalah diformulasikan untuk memfokuskan dan merangsang pembelajaran.
  10. Masalah adalah kendaraan untuk pengembangan keterampilan pemecahan masalah.
  11. Informasi baru diperoleh lewat belajar mandiri.
Pembelajaran berbasis  masalah (problem based learning) memiliki beberapa keunggulan, diantaranya:
1.      Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan sebab mereka sendiri yang menemukan konsep tersebut.
2.      Melibatkan siswa secara aktif memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi.
3.      Pengetahuan tertanam berdasarkan skema yang dimiliki siswa sehingga pembelajaran lebih bermakna.
4.      Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran sebab masalah-masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata, hal ini dapat meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa terhadap bahan yang dipelajari.
5.      Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain, serta menanamkan sikap sosial yang positif diantara siswa
6.      Pengkondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi terhadap pembelajar dan temannya sehingga pencapaian ketuntasan belajar siswa dapat diharapkan.
Selain itu, pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) diyakini pula dapat menumbuhkan-kembangkan kemampuan kreatifitas siswa, baik secara individual maupun secara kelompok karena hampir di setiap langkah menuntut adanya keaktifan siswa. Keberhasilan model pembelajaran berbasis masalah sangat tergantung pada ketersediaan sumber belajar bagi siswa, alat-alat untuk menguji jawaban atau dugaan, menuntut adanya perlengkapan praktikum, memerlukan waktu yang cukup apalagi data harus diperoleh dari lapangan, serta kemampuan guru dalam mengangkat dan merumuskan masalah.
Dalam model pembelajaran berbasis  masalah ini,  guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator, pembimbing dan motivator. Guru mengajukan masalah dan mengorientasikan siswa kepada permasalahan nyata, memfasilitasi/membimbing dalam proses penyelidikan, memfasilitasi dialog antara siswa, menyediakan bahan ajar siswa serta memberikan dukungan dalam upaya meningkatkan temuan dan perkembangan intektual siswa.


Kelemahan dari model pembelajaran berbasis masalah antara lain:
1.      Memerlukan waktu yang panjang dibandingkan dengan model pembelajaran yang lain.
2.      Ketika peserta didik tidak memiliki minat atau tidak memiliki kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka malas untuk mencobanya.

Contoh Penggunaan Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah
Pembelajaran matematika yang konvensional biasanya kurang menekankan pemahaman terhadap suatu permasalahan dalam pembelajaran. Biasanya yang lebih ditekankan adalah rumus-rumus dalam mengerjakan suatu soal, dan menyebabkan sebagian besar siswa pemahamannya akan kurang terhadap soal atau pun permasalahan yang diberikan. Pemahamannya akan optimal jika perpaduan antara rumus dan keadaan nyata bisa disatukan dalam pembahasan masalah tersebut.
Berikut ini beberapa contoh dari pembelajaran matematika berbasis masalah:
1.        Untuk menyelesaikan suatu masalah perbandingan
akan diadakan acara ulang tahun untuk itu diperlukan minuman yg segar untuk disuguhkan kepada tamu selain itu bagaimana cara siswa memanajemen biaya pengeluaran untuk minuman agar efisien dan rasanya segar. Dalam permasalahan yang ada ini maka kita berikan kepada para siswa air, gula, sirup, daftar harga (air, sirup, gula) dan gelas ukur. Disini diharapkan mereka mampu mendapatkan perbandingan harga dan rasa sirup yang ideal.
Dari beberapa kelompok yang akan mempresentasikan hasilnya mungkin akan berbeda karena materi yang diberikan ini besifat terbuka. Mungkin ada yang akan memberikan tanggapannya dengan perbandingan seperti:
a)         100 ml sirup + 100 ml air +  gula 1 sendok maka minuman akan terasa segar.
b)        Ada pula yang akan memberikan jawaban 100 ml sirup + 100 ml air maka minuman yang disediakan sudah terasa manis dan segar sehingga tidak perlu memasukkan gula untuk menghemat biaya.
c)         Dan lain sebagainya.

2.        Untuk menyelesaikan materi volume balok
Disini guru menanyakan pada siswa siapa yang pernah mandi dikolam renang. Jika kolam renang tersebut sisinya berbentuk persegi panjang maka bentuk kolam renang tersebut mungkin saja balok. Dengan menggunakan proses perbandingan maka siswa diharapkan dapat menentukan volume balok dengan tepat. Misal ditentukan luas permukaan kolam tersebut adalah 12 meter persegi sedangkan tingginya adalah 1,5 meter dengan menggunakan alat bantu berupa botol berukuran 1000 ml, berapa botolkah air yang diperlukan oleh siswa untuk membuat kolam renang tersebut penuh.
Mungkin untuk menyelesaikan permasalahan ini akan ada kelompok yang memasukkan botol demi botol air ke dalam kolam renang tersebut hingga kolam renang itu penuh, lalu menghitung berapa botol air yang sudah dimasukkan ke dalam kolam renang tersebut hingga air di kolam renang penuh. Kemudian mereka menghitung total liter air yg dimasukkan dan mereka akan mengubah satuannya dari liter menuju m3.
Ada juga kelompok siswa yang akan menyelesaikannya dengan langsung menggunakan rumus volume balok yang diketahuinya yaitu P × L × T = luas permukaan kolam renang × T, sehingga akan dihasilkan volume dari kolam renang tersebut dan mereka dapat menentukan perbandingan banyak botol yang digunakan untuk mengisi kolam renang tersebut.
Akan tetapi dalam menyelesaikan permasalahan ini pada kelompok yang pertama yaitu memasukkan air perbotol kedalam kolam tersebut sampai penuh mungkin akan malas mereka lakukan karena waktu yang diperlukan terlalu lama selain itu mereka juga akan kelelahan jika melakukannya. Dalam penyelesaian yang pertama mungkin saja mereka tidak akan menyelesaikan permasalahan ini.

Penutup
Penerapan model pembelajaran berbasis masalah dalam matematika dapat dilakukan oleh guru dalam mengajar disekolah. Dengan model pembelajaran ini kemampuan siswa dalam pemahaman suatu masalah akan semakin meningkat. walaupun demikian dalam pelaksanaannya membutuhkan waktu yang relatif lama. Sehingga perlu dipertimbangkan cara-cara untuk menghemat waktu pembelajaran tetapi  pemahaman materi yang diharapkan bisa optimal.
Dalam menerapkan model pembelajaran ini ada baiknya dilakukan persiapan oleh guru yang bersangkutan, karena model ini sebagian besar memerlukan alat-alat yang harus dipersiapkan sebelum pembelajaran dimulai. Bagaimana pun bagusnya suatu model pembelajaran jika cara menyampaikan kurang diminati siswa maka pembelajaran tersebut akan menjadi pasif dan kurang menarik. Sehingga kemampuan guru dalam menyampaikan model pembelajaran secara tepat dirasa perlu agar pembelajaran menjadi menarik dan tidak pasif.











Daftar Pustaka:
Herman, Tatang (2007):PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP. FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia

http://abdurrazzaaq.com/1883/penerapan-model-pembelajaran-berbasis-masalah-problem-based-learning diakses pada 30 maret 2012 jam 00:58

1 komentar: