PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN
PEMAHAMAN SISWA TERHADAP MATERI
PELAJARAN MATEMATIKA
Musthafa Bashir
FKIP Pendidikan
Matematika UNLAM Banjarmasin
Dalam pendidikan matematika peran
guru dalam pembelajaran tidak hanya sebagai sarana transfer ilmu dari guru ke
murid, tetapi murid juga harus mampu untuk memahami suatu masalah yang
berhubungan dengan pembelajaran yang dihadapinya. Untuk itu dibutuhkan suatu
pendekatan ataupun model pembelajaran yang mampu untuk meningkatkan kemampuan
pemahaman siswa di dalam pembelajaran matematika. Untuk itu penggunaan model
pembelajaran berbasis masalah dirasakan bagus dilaksanakan dalam kegiatan
pembelajaran matematika.
Pembelajaran matematika
identik dengan pembelajaran yang dianggap sulit sehingga menyebabkan banyak
siswa yang malas untuk mempelajari matematika. Hal ini berdampak pada rendahnya
kemampuan siswa dalam memahami dan memaknai matematika. Rendahnya kemampuan
siswa dalam memahami dan memaknai matematika dirasakan sebagai masalah yang
cukup pelik dalam pengajaran matematika di sekolah. Permasalahan ini muncul
sudah cukup lama dan agak terabaikan karena kebanyakan guru matematika dalam
kegiatan pembelajaran berkonsentrasi mengejar skor Ujian Akhir Nasional (UAN)
setinggi mungkin. Oleh karena itu kegiatan pembelajaran biasanya difokuskan
untuk melatih siswa terampil menjawab soal matematika, sehingga penguasaan dan
pemahaman matematika siswa terabaikan.
Salah satu penyebab
rendahnya kualitas pemahaman siswa dalam matematika menurut hasil survey
IMSTEP-JICA (2000) adalah dalam pembelajaran matematika guru terlalu
berkonsentrasi pada hal-hal yang prosedural dan mekanistik, pembelajaran
berpusat pada guru, konsep matematika disampaikan secara informatif, dan siswa
dilatih menyelesaikan banyak soal tanpa pemahaman yang mendalam. Akibatnya,
kemampuan penalaran dan kompetensi strategis siswa tidak berkembang sebagaimana
mestinya.
Dalam merencanakan pembelajaran yang bermakna guru dapat menggunakan
model-model pembelajaran yang ada, salah satunya adalah model pembelajaran
berbasis masalah (PBM). Di dalam model ini konsep-konsepnya lebih ditekankan
pada permasalahan yang ada di dalam dunia nyata dan dihubungkan dengan materi pelajaran
matematika. Dengan tujuan siswa berusaha untuk memecahkan permasalahan yang ada
sehingga akan meningkatkan kemampuan mereka dalam memahami materi tersebut yang
ternyata berhubungan dan sesuai dengan kenyataan di sekitarnya.
Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah
Nurhadi (2004: 56) mendefinisikan “model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) adalah suatu model
pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks bagi peserta
didik untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan
masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan yang penting dari materi
pelajaran”.
Menurut Arends (dalam Trianto, 2007: 68), “pembelajaran berbasis masalah
adalah suatu model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran peserta didik
pada masalah autentik peserta didik dapat menyusun pengetahuannya sendiri,
menumbuhkembangkan keterampilan yang lebih tinggi, inkuiri dan memandirikan
peserta didik”.
Problem based learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran yang
melibatkan siswa untuk memecahkan masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah
sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah
tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah. Pembelajaran
berbasis masalah merupakan suatu pengembangan kurikulum
dan model pembelajaran.
Barbara J. Duch (1995 dalam Karim
et al., 2007) mengemukakan bahwa : in
problem based learning (PBL), students are
presented with an interesting, relevant problem ”up front”. So that they can
experience for them selves the process of doing science. Ibrahim, (dalam
Nurhasanah, 2007) menyatakan bahwa model PBM
merupakan pembelajaran yang menyajikan masalah,
yang kemudian digunakan untuk merangsang berpikir
tingkat tinggi yang berorientasi pada masalah.
Masalah diberikan kepada siswa, sebelum
siswa mempelajari konsep atau materi yang
berkenaan dengan masalah yang harus dipecahkan.
Dengan demikian untuk memecahkan masalah
tersebut siswa akan mengetahui bahwa mereka
membutuhkan pengetahuan baru yang harus
dipelajari untuk memecahkan masalah yang
diberikan (Wood dalam Sugalayudhana, 2005).
Pembelajaran berbasis masalah merupakan
pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis, karena disini guru
hanya berperan sebagai penyaji dapat meningkatkan pertumbuhan
inkuiri dan intelektual pada peserta didik.
Prinsip utama pendekatan masalah, penanya,
mengadakan dialog, pemberi fasilitas penelitian,
menyiapkan dukungan dan dorongan yang dapat meningkatkan pertumbuhan
inkuiri dan intelektual pada peserta didik.
Prinsip utama pendekatan konstruktivis adalah pengetahuan tidak
diterima secara pasif, tetapi dibangun secara aktif oleh siswa (Abbas, 2000
dalam Karim et.al.,2007).
Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) merupakan salah
satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif
kepada siswa. Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran
yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode
ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan
masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah.
Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan
pembelajaran yang menghadapkan siswa pada
masalah dunia nyata untuk memulai pembelajaran. Dalam
pembelajaran berbasis masalah juga lebih mengutamakan teknik penemuan atau
inkuiri sehingga akan memandirikan peserta didik dalam mendapatkan pengetahuan,
selain itu pemahaman peserta didik terhadap suatu masalah dalam belajarnya akan
lebih meningkat.
Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah
Pendidikan matematika berkembang seirama dengan perkembangan teori
belajar, teknologi, dan tuntutan dalam kehidupan sosial. Perubahan yang berarti
terjadi sejak tahun 1980-an (de Lange,1995), berawal dari negara-negara maju
seperti Amerika Serikat, Belanda, Australia, dan Inggris. Perubahan ini diikuti
oleh negara-negara lainnya secara global yang secara mendasar dimulai dari
restrukturisasi kurikulum, seperti yang juga terjadi di Indonesia.
Faktor lainnya yang menyulut perubahan dalam pendidikan matematika juga
disebabkan kebutuhan dan penggunaan matematika dan persaingan global. Karena
perkembangan ekonomi global, saat ini hampir di setiap sektor kehidupan kita
dituntut untuk menggunakan keterampilan intelegen dalam menginterpretasi,
menyelesaikan suatu masalah, ataupun untuk mengontrol proses komputer.
Kebanyakan lapangan kerja belakangan ini menuntut kemampuan menganalisis
daripada melakukan keterampilan prosedural dan mekanistik. Dengan demikian,
siswa memerlukan lebih banyak matematika untuk menjawab tantangan dunia kerja.
Perubahan yang sangat mendasar disebabkan pergeseran pandangan dalam
memahami bagaimana siswa belajar matematika. Belajar tidak lagi dipandang
sebagai proses menerima informasi untuk disimpan di memori siswa yang diperoleh
melalui pengulangan praktik (latihan) dan penguatan. Namun, siswa belajar
dengan mendekati setiap persoalan/tugas baru dengan pengetahuan yang telah ia
miliki, mengasimilasi informasi baru, dan membangun pengertian sendiri.
Pembelajaran matematika berbasis permasalahan seperti ini lebih populer
lagi setelah banyak penelitian dan pengembangan yang dilakukan menunjukkan
hasil yang menggembirakan. Terdapat paling tidak tiga model pendekatan
pembelajaran matematika berbasis permasalahan yang belakang ini sedang up to
date, yaitu pendekatan pembelajaran realistik atau dikenal dengan realistic mathematics
education (RME), pendekatan pembelajaran terbuka (open-ended approach), dan
pendekatan pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning).
Pembelajaran berbasis masalah
(problem based learning)
memiliki beberapa ciri dan karakteristik sebagai berikut:
- Mengorientasikan siswa kepada masalah autentik dan menghindari pembelajaran terisolasi.
- Berpusat pada siswa dalam jangka waktu lama.
- Menciptakan pembelajaran interdisiplin.
- Penyelidikan masalah autentik yang terintegrasi dengan dunia nyata dan pengalaman praktis.
- Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya.
- Mengajarkan kepada siswa untuk mampu menerapkan apa yang mereka pelajari di sekolah dalam kehidupannya.
- Pembelajaran terjadi pada kelompok kecil (kooperatif).
- Guru berperan sebagai fasilitator, motivator dan pembimbing.
- Masalah diformulasikan untuk memfokuskan dan merangsang pembelajaran.
- Masalah adalah kendaraan untuk pengembangan keterampilan pemecahan masalah.
- Informasi baru diperoleh lewat belajar mandiri.
Pembelajaran berbasis
masalah (problem based learning) memiliki beberapa keunggulan, diantaranya:
1. Siswa lebih memahami konsep
yang diajarkan sebab mereka sendiri yang menemukan konsep tersebut.
2. Melibatkan siswa secara
aktif memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa yang lebih
tinggi.
3. Pengetahuan tertanam
berdasarkan skema yang dimiliki siswa sehingga pembelajaran lebih bermakna.
4. Siswa dapat merasakan
manfaat pembelajaran sebab masalah-masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan
dengan kehidupan nyata, hal ini dapat meningkatkan motivasi dan ketertarikan
siswa terhadap bahan yang dipelajari.
5. Menjadikan siswa lebih
mandiri dan dewasa, mampu memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain,
serta menanamkan sikap sosial yang positif diantara siswa
6. Pengkondisian siswa dalam
belajar kelompok yang saling berinteraksi terhadap pembelajar dan temannya
sehingga pencapaian ketuntasan belajar siswa dapat diharapkan.
Selain itu, pembelajaran
berbasis masalah (problem based learning) diyakini pula dapat
menumbuhkan-kembangkan kemampuan kreatifitas siswa, baik secara individual
maupun secara kelompok karena hampir di setiap langkah menuntut adanya
keaktifan siswa. Keberhasilan model pembelajaran
berbasis masalah sangat tergantung pada ketersediaan sumber belajar bagi
siswa, alat-alat untuk menguji jawaban atau dugaan, menuntut adanya
perlengkapan praktikum, memerlukan waktu yang cukup apalagi data harus
diperoleh dari lapangan, serta kemampuan guru dalam mengangkat dan merumuskan
masalah.
Dalam model pembelajaran
berbasis masalah ini, guru
lebih banyak berperan sebagai fasilitator, pembimbing dan motivator. Guru
mengajukan masalah dan mengorientasikan siswa kepada permasalahan nyata,
memfasilitasi/membimbing dalam proses penyelidikan, memfasilitasi dialog antara
siswa, menyediakan bahan ajar siswa serta memberikan dukungan dalam upaya
meningkatkan temuan dan perkembangan intektual siswa.
Kelemahan dari model pembelajaran berbasis masalah antara lain:
1.
Memerlukan waktu yang panjang dibandingkan dengan model
pembelajaran yang lain.
2.
Ketika peserta didik tidak memiliki minat atau tidak
memiliki kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka
mereka malas untuk mencobanya.
Contoh Penggunaan Pembelajaran Matematika
Berbasis Masalah
Pembelajaran
matematika yang konvensional biasanya kurang menekankan pemahaman terhadap
suatu permasalahan dalam pembelajaran. Biasanya yang lebih ditekankan adalah
rumus-rumus dalam mengerjakan suatu soal, dan menyebabkan sebagian besar siswa
pemahamannya akan kurang terhadap soal atau pun permasalahan yang diberikan. Pemahamannya
akan optimal jika perpaduan antara rumus dan keadaan nyata bisa disatukan dalam
pembahasan masalah tersebut.
Berikut ini beberapa contoh
dari pembelajaran matematika berbasis masalah:
1.
Untuk menyelesaikan suatu masalah perbandingan
akan diadakan acara
ulang tahun untuk itu diperlukan minuman yg segar untuk disuguhkan kepada tamu
selain itu bagaimana cara siswa memanajemen biaya pengeluaran untuk minuman
agar efisien dan rasanya segar. Dalam permasalahan yang ada ini maka kita
berikan kepada para siswa air, gula, sirup, daftar harga (air, sirup, gula) dan
gelas ukur. Disini diharapkan mereka mampu mendapatkan perbandingan harga dan
rasa sirup yang ideal.
Dari beberapa
kelompok yang akan mempresentasikan hasilnya mungkin akan berbeda karena materi
yang diberikan ini besifat terbuka. Mungkin ada yang akan memberikan
tanggapannya dengan perbandingan seperti:
a)
100 ml sirup + 100 ml air + gula 1 sendok maka minuman akan terasa segar.
b)
Ada pula yang akan memberikan jawaban 100 ml sirup +
100 ml air maka minuman yang disediakan sudah terasa manis dan segar sehingga
tidak perlu memasukkan gula untuk menghemat biaya.
c)
Dan lain sebagainya.
2.
Untuk menyelesaikan materi volume balok
Disini guru
menanyakan pada siswa siapa yang pernah mandi dikolam renang. Jika kolam renang
tersebut sisinya berbentuk persegi panjang maka bentuk kolam renang tersebut
mungkin saja balok. Dengan menggunakan proses perbandingan maka siswa
diharapkan dapat menentukan volume balok dengan tepat. Misal ditentukan luas
permukaan kolam tersebut adalah 12 meter persegi sedangkan tingginya adalah 1,5
meter dengan menggunakan alat bantu berupa botol berukuran 1000 ml, berapa
botolkah air yang diperlukan oleh siswa untuk membuat kolam renang tersebut
penuh.
Mungkin untuk
menyelesaikan permasalahan ini akan ada kelompok yang memasukkan botol demi
botol air ke dalam kolam renang tersebut hingga kolam renang itu penuh, lalu
menghitung berapa botol air yang sudah dimasukkan ke dalam kolam renang
tersebut hingga air di kolam renang penuh. Kemudian mereka menghitung total
liter air yg dimasukkan dan mereka akan mengubah satuannya dari liter menuju m3.
Ada juga kelompok siswa
yang akan menyelesaikannya dengan langsung menggunakan rumus volume balok yang
diketahuinya yaitu P × L × T = luas permukaan kolam renang × T, sehingga akan
dihasilkan volume dari kolam renang tersebut dan mereka dapat menentukan perbandingan
banyak botol yang digunakan untuk mengisi kolam renang tersebut.
Akan tetapi dalam
menyelesaikan permasalahan ini pada kelompok yang pertama yaitu memasukkan air
perbotol kedalam kolam tersebut sampai penuh mungkin akan malas mereka lakukan
karena waktu yang diperlukan terlalu lama selain itu mereka juga akan kelelahan
jika melakukannya. Dalam penyelesaian yang pertama mungkin saja mereka tidak
akan menyelesaikan permasalahan ini.
Penutup
Penerapan model pembelajaran berbasis masalah
dalam matematika dapat dilakukan oleh guru dalam mengajar disekolah. Dengan
model pembelajaran ini kemampuan siswa dalam pemahaman suatu masalah akan
semakin meningkat. walaupun demikian dalam pelaksanaannya membutuhkan waktu
yang relatif lama. Sehingga perlu dipertimbangkan cara-cara untuk menghemat
waktu pembelajaran tetapi pemahaman
materi yang diharapkan bisa optimal.
Dalam menerapkan model pembelajaran ini ada baiknya dilakukan persiapan
oleh guru yang bersangkutan, karena model ini sebagian besar memerlukan
alat-alat yang harus dipersiapkan sebelum pembelajaran dimulai. Bagaimana pun
bagusnya suatu model pembelajaran jika cara menyampaikan kurang diminati siswa
maka pembelajaran tersebut akan menjadi pasif dan kurang menarik. Sehingga
kemampuan guru dalam menyampaikan model pembelajaran secara tepat dirasa perlu
agar pembelajaran menjadi menarik dan tidak pasif.
Daftar Pustaka:
Herman, Tatang (2007):PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP. FMIPA Universitas
Pendidikan Indonesia
http://wyw1d.wordpress.com/2009/10/17/pembelajaran-berdasarkan-masalah-pbi/
diakses pada 30 maret 2012 jam
http://www.sekolahdasar.net/2011/10/model-pembelajaran-problem-based.html
diakses pada 30 maret 2012 jam 00:57
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2011/09/28/pembelajaran-berdasarkan-masalah/
diakses pada 30 maret 2012 jam 00:54
http://hafismuaddab.wordpress.com/2011/06/07/model-pembelajaran-berbasis-masalah-problem-based-learning/
diakses pada 30 maret 2012 jam 00:52
terimakasih banyak, blog nya sangat membantu .
BalasHapus